RSS

Arti Sebuah Kesederhanaan

Suatu hari Umar bin Khathab RA berkunjung ke rumah Rasulullah SAW. Kala itu Umar mendapati Nabi sedang berbaring di tikar yang sangat kasar. Saking kasarnya alas tidur Nabi itu, anyaman tikarnya membekas di pipi beliau. Tidak semua tubuh beliau beralas tikar. Sebagian tubuhnya beralas tanah. Bantal yang beliau gunakan pun pelepah kurma yang keras.

Melihat pemandangan itu Umar langsung menangis. ''Mengapa Anda menangis?'' tanya Rasulullah. ''Bagaimana saya tidak menangis? Alas tidur itu telah menorehkan bekas di pipi Anda. Anda ini Nabi sekaligus kekasih Allah. Mengapa kekayaan Anda hanya seperti yang saya lihat sekarang ini? Apa Anda tidak melihat bagaimana Kisra (Raja Persia) dan Kaisar (Raja Romawi) duduk di atas singgasana emas dan berbantalkan sutra terindah?'' jawab Umar yang sekaligus balik bertanya.

Apa jawab Nabi? ''Mereka ingin menghabiskan kenikmatan dan kesenangan sekarang ini. Padahal, kenikmatan dan kesenangan itu cepat berakhir. Berbeda dengan kita. Kita lebih senang mendapat kenikmatan dan kesenangan itu untuk hari nanti.''Nabi telah memberi contoh dan teladan mulia dalam sikap sederhana. Catatan sejarah menunjukkan beliau tidak memiliki perabot rumah tangga biasa, apalagi yang mewah. Makanan favorit beliau hanya roti kering, segelas air putih, dan satu-dua butir kurma. Itu pun sudah beliau anggap sebagai kemewahan.

Menyerukan sikap sederhana tidak akan berhasil bila tidak diiringi keteladanan. Belakangan kita banyak melihat orang yang menggembar- gemborkan hidup hemat, meski sikap hidupnya tidak menunjukkan apa yang diserukannya. Mobilnya lebih dari satu, rumahnya ada di mana-mana, perlengkapan rumahnya serbamewah, watt untuk perabotan elektroniknya luar biasa, dan pakaiannya impor semua.

Menurut seorang tabi'in, seseorang dikategorikan boros jika dalam hal makanan dan berpakaian dia selalu menuruti keinginannya. Rasulullah SAW juga bersabda, ''Dunia itu diperuntukkan bagi pecintanya. Siapa yang mengambil dunia lebih dari batas kecukupannya, maka tanpa terasa dia telah merenggut ajal kematiannya.'' (HR Al-Bazzar). Sekarang kita sedang merasakan 'ajal kematian' akibat sikap konsumtif dan boros pada listrik dan BBM. Sikap seperti itu biasanya dilatari oleh keinginan terlihat mewah yang sering kali membuat seseorang lupa diri. Sebagian kita bahkan tak segan meraih keinginan itu dengan cara yang tidak dibenarkan. Godaan untuk sikap hidup seperti itu tak ada habisnya.

Allah SWT berfirman, ''Bermegah-megahan telah melalaikan kalian sampai kalian masuk ke dalam kubur. Janganlah begitu! Kelak kalian akan mengetahui akibat perbuatan kalian itu. Janganlah begitu! Kelak kalian akan mengetahuinya.'' (QS 102: 1-4). Kita tidak hanya hidup untuk hari ini. Semua yang kita miliki jangan dihabiskan sesuka hati. Kita masih mempunyai anak-cucu yang juga ingin mewarisi apa yang sudah kita raih. Sederhana itu pilihan untuk menjalani hidup yang terfokus pada hal yang benar-benar berarti dan membebaskan diri dari segala belenggu. Ini yang membedakannya dari miskin.

1 komentar:

miera punyablog mengatakan...

cerita yang menarik.

Posting Komentar

© 2009 - Pedoman Kehidupan | Design: Choen | Pagenav: Abu Farhan Top